0

Mippin feed validation KEY=1a6d976a

TALIKASIH OCIT DAN ANGGA ( CHAPTER 6 )

CHAPTER 6:
OCIT TIDAK BOLEH PERGI


Angga melongo heran melihat Ocit memeluk buku segede bantal itu ke kamarnya.
"Ma," ia mendatangi Mama yang sedang sibuk memasak, "Si Ocit bawa apaan, tuh?"
"Kamus bahasa Jerman," jawab Mama sambil terus memasak.
"Kamus? Mau ngapain? Memangnya Ocit mau jadi guide, ya?"
"Bukan," Mama membuka panci, "Ocit ikut pertukaran pelajar."
"Hah! Pertukaran pelajar?" ulang Angga tak percaya.
Mama mengangguk, berjalan ke belakang. Angga mengekor dengan penasaran. "Kok Angga nggak dikasih tahu, sih?" protesnya.
Mama tertawa kecil. "Ocit sudah bilang sama Papa dan Mama."
Angga cemberut. "Kok Si Ocit ikut yang begituan, sih?"
Kening Mama berkerut, tapi tangannya terus bekerja. "Ocit diminta sekolah untuk ikut. Adikmu itu kan, pintar."
"Mama izinin?" kejar Angga terus mengekor.
Mama mengangguk.
"Nggak bisa," protes Angga lagi. "Angga nggak ikut-ikutan yang begituan, masa Ocit ikut?"
"Lho, Mama kan nggak ngelarang kamu ikut, Ga," balas Mama.
"Tapi Ocit kan cewek, entar di sana ada apa-apa, kan gawat," alasannya. "Nggak boleh!" tegasnya seakan ia yang memutuskan.
Mama meliriknya heran. "Kamu ini?"
Angga mencibir. "Sori! Angga nggak minat ikut begituan."
Mama menggeleng tidak mengerti.
Angga duduk di kursi. "Angga kan, sudah bilang, Ocit itu cewek, masih kecil dan polos. Entar ada yang mainin kan...." Angga memilin-milin serbet di meja, tidak menyelesaikan kalimatnya.
Mama duduk di samping Angga sambil tersenyum lembut.
"Jangan diizinin ya, Ma?" pinta Angga memelas.
"Ocit itu belajar keras beberapa minggu ini, ingin bisa pergi. Masa Mama tega. Lagipula, ini kesempatan baik untuk masa de...."
"Ocit juga punya masa depan di sini," potong Angga cepat.
Mama menghela napas. "Beda, Ga. Soal kekhawatiran kamu tentang Ocit, Mama yakin Ocit bisa menjaga diri. Lagipula, di sana Ocit punya orangtua angkat," jelas Mama panjang.
Angga tambah cemberut.
Mama tersenyum. "Kamu nggak mau ditinggal Ocit, ya?"
Angga diam.
"Kamu ini," kata Mama geli. "Kalau Ocit ada terus digangguin. Tapi dengar Ocit mau pergi, kamu malah nggak setuju."
"Pokoknya Ocit nggak boleh pergi!" kata Angga keras kepala, lalu masuk ke kamarnya dengan wajah tertekuk.
***



0

TALIKASIH OCIT DAN ANGGA CHAPTER 5

CHAPTER 5:
MENUNGGU OCIT PULANG


"Ocit ke mana sih, Ma?" tanya Angga tampak kesal.
"PMR," jawab Mama acuh tak acuh.
Angga mondar-mandir di ruang tamu. Uring-uringan sendiri. "Ocit ke mana, sih?" gumamnya jengkel sambil melirik jam.
Papa yang tengah nonton tivi menoleh. Mama juga.
"Kenapa?" tanya Mama heran. "Janjian dengan Ocit?"
"Gengsi!" Angga mencibir. Tapi ia masih juga gelisah. Ia lalu membuka pintu. "Angga ke toko dulu, ya?"
Lima belas menit berlalu. Mama melirik jam, mulai merasa resah. "Ocit ke mana, ya?"
Papa ikut melirik jam. "Macet barangkali," katanya menenangkan. "Kita tunggu di luar saja, yuk?" ajaknya pada Mama.
Mereka keluar bersama-sama.
"Nunggu di depan lorong saja ya, Pa," ajak Mama tak sabar.
Papa mengangguk, menjejeri langkah Mama. Tapi langkah Mama terhenti melihat seseorang yang berdiri gelisah di ujung jalan.
"Angga!"
Angga tersentak kaget dengan mata melotot.
"Ngapain kamu di sini? Katanya mau ke toko?"
"I-iya, baru dari toko," bohongnya salah tingkah.
Mama menatapnya dengan senyum tertahan. "Nungguin Ocit, ya?"
"Ah! Nggak kok!" sangkal Angga cepat.
Papa ikut tersenyum. "Ya, sudah. Kamu saja yang nungguin Ocit," katanya seraya menggandeng Mama pulang.
Sepuluh menit kemudian Ocit membuka pintu dengan wajah cemberut. Tak lama Angga ikut masuk.
"Kok terlambat, Cit?" tanya Mama.
"Latihannya dipanjangin!" jawab Ocit ketus. Diliriknya Angga dengan mulut yang maju beberapa senti. "Norak, ih! Pakai nunggu di depan malu-maluin saja! Teman-teman Ocit pada ketawa!"
Angga menjulurkan lidah. "Siapa yang nunggu kamu?" balasnya tak mau mengaku sambil ngeloyor masuk kamar.
Mama tersenyum geli. Papa juga.
***



0

TALIKASIH OCIT DAN ANGGA CHAPTER 4

CHAPTER 4:
MENDATANGI ROY


Roy memaksakan sebuah senyuman.
"Maaf ya, Cit! A-aku... salah, nggak seharusnya aku nya-nyakitin kamu," ucapnya tersendat-sendat. "Maafin aku, ya?" pinta Roy dengan wajah memelas.
Ocit dan Dini bengong melihat wajah Roy yang babak belur.
Tapi Ocit mengangguk juga walau tak mengerti.
Roy tersenyum lagi, tapi seperti meringis. Kemudian ia berlalu dengan tergesa-gesa.
"Eh," Dini menyikut Ocit. "Si Roy kenapa ya, pakai minta maaf segala? Mukanya lagi, kok ancur begitu?"
Ocit ikut-ikutan mengerutkan keningnya.
"Jangan-jangan...," kata Dini terputus, teringat sesuatu.
Ocit menoleh. "Jangan-jangan apa?"
"Angga, dia...?" Dini membali terdiam.
"Angga?" Ocit semakin bingung. "Angga kenapa?" desaknya.
Dini menelan ludah. Menyumpahi Angga dalam hati.
"Kemarin, dia nelepon aku, tanya kok kamu nangis. Trus aku...," Dini tidak melanjutkan. Ia menatap Ocit takut-takut. "Maafin aku, soalnya Angga bilang cuma pengen tahu, jadi...."
Ocit tersandar lemas.
Jadi Angga yang nonjok Roy sampai babak belur begitu?
Ada rasa bersalah dan haru yang menyergap Ocit.
***
Cowok jangkung yang sebentar lagi jadi mahasiswa itu lagi asyik ribut dengan gitarnya.
Ocit masuk, memperhatikannya tanpa suara.
Angga menoleh. "Apa?" tanyanya sambil kembali ribut. Mulutnya mengeluarkan bunyi yang aneh.
"Makasih ya, Ga," ucap Ocit pelan.
"Memang aku ngasih kamu duit?"
"Karena memperhatikan Ocit. Tapi lain kali jangan sampai mukul begitu."
Angga menoleh, menghentikan nyayian kacaunya.
"Mukul siapa?" tanyanya dengan kening berkerut, berlagak heran.
"Kasihan lho Roy, dia sampai ketakutan begitu," lanjut Ocit.
"Roy? Roy yang mana?" Angga pura-pura bingung. "Kamu ngomong apa, sih?" suaranya teredengar kesal.
"Biar kamu nggak mau ngaku, tapi Ocit tahu kok kamu yang mukul Roy," kata Ocit yakin. "Makasih ya, sudah mengkhawatirkan Ocit. Tapi, sebenarnya Ocit nggak apa-apa kok!" lanjut Ocit tersenyum manis. Kemudian ia keluar.
Angga terkekeh.
"Hihihi, ternyata Si Roy benar-benar pergi minta maaf," gumamnya senang sambil menyanyi lagi. Nyanyian aneh!



Back to Top